Monday 26 September 2016

Durabilitas Beton

Haloo semua, nama saya Elicohen Dima Sagala NIM 15515012. Sekarang saya sedang kuliah di prodi S1 Teknik Kelautan Institut Teknologi Bandung. Postingan ini merupakan bagian dari mata kuliah KL 2105 "Bahan Bangunan Laut" dengan dosen Alamsyah Kurniawan, Ph.d

Apa yg dimaksud dengan durabilitas beton ? Durabilitas beton dapat didefinisikan sebagai ketahanan beton menghadapi serangan-serangan yang merusak baik yang disebabkan oleh faktor-faktor fisik maupun yang disebabkan oleh faktor-faktor kimiawi.
Namun sebelum membahas lebih lanjut tentang durabilitas beton, saya akan membahas sedikit tentang zona lingkungan laut dalam dunia Teknik Kelautan 

Gambar 1.1. Zona Lingkungan Laut 
Zona lingkungan laut dibagi 4 yakni :

1.    Zona Atmosfir Laut
Yakni zona yang tidak terkena air dan hanya terkena atmosfir laut. Intensitas serangan korosi dipengaruhi oleh jumlah partikel garam yang terbawa angin dan mengendap pada permukaan struktur. Zona ini rentan terhadap keretakan yang  disebabkan oleh proses pembekuan-pencairan dan perubahan suhu. Frekuensi hujan yang tinggi dapat mengurangi laju korosi karena dapat menghancurkan endapan garam pada sistem.

2.   Zona Terpercik (SPLASH-ZONE)
Zona ini akan selalu dibasahi oleh percikan air laut. Rentan terhadap keretakkan yang disebabkan oleh abrasi, erosi, benturan serta reaksi kimia antara ion-ion agresif yang terkandung dalam air laut laut dengan beton. Untuk baja tulangan, zona ini adalah zona yang paling rentan terkena korosi

3.    Zona pasang surut (TIDAL-ZONE)
Saat pasang, struktur akan terendam dan saat surut, struktur tidak benar-benar kering (karena percikan) serta ENDAPAN GARAM dapat tertinggal pada struktur. Organisme laut dapat tinggal dalam zona ini sehingga dapat menyebabkan korosi setempat pada baja. Zona ini juga rentan terhadap keretakkan yang disebabkan oleh abrasi, erosi, benturan serta reaksi kimia antara ion-ion agresif yang terkandung dalam air laut dengan beton

4.   Zona Terendam (SUBMERGED-ZONE)
Kerusakan pada zona ini terutama disebabkan oleh reaksi kimia antara ion-ion agresif yang terkandung dalam air laut dengan beton, seperti misalnya reaksi antara sulfat, klorida dan CO2 dengan beton. Kadar oksigen terlarut mendekati tingkat jenuhnya /relative rendah. Aktivitas biologi maksimum. Adanya kandungan sulfide dan ammonia mempercepat korosi baja.


Kerusakan-kerusakan beton di lingkungan laut dan pantai dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu: kerusakan yang disebabkan oleh faktor-faktor fisik dan kerusakan yang disebabkan oleh faktor-faktor kimiawi. Hasil analisa kegagalan (failure analysis) suatu struktur beton di lingkungan laut yang sudah mengalami kerusakan parah selalu menunjukkan adanya interaksi dari penyebab fisik dan kimia yang bekerja bersama-sama.


A.  Kerusakan Beton Akibat Fisik


Gambar 1.2. Faktor yang mempengaruhi kerusakan beton akibat fisik

1.   Benturan / Beban impact
Beban impact adalah beban yang datang secara tiba-tiba dan mempunyai kecepatan yang tinggi. Ketahanan impact amat tergantung dari kemampuan beton untuk menahan dan menyerap energi benturan yang terjadi.

2.   Abrasi
Adalah ausnya permukaan beton yang disebabkan oleh hantaman gelombang yang
mengandung  pasir, kerikil atau benda padat lainnya.

3.    Erosi
Kerusakan permukaan beton yang disebabkan oleh air, angin, hujan dan proses mekanik lainnya yang menyebabkan ausnya permukaan. Ketahanan terhadap erosi dan abrasi amat dipengaruhi oleh kualitas beton, property / kualitas dari permukaan beton dan kekuatan&kekerasan agregat kasar.

4.   Kavitasi
Kerusakan permukaan beton yang diakibatkan hantaman air berkecepatan tinggi yang memiliki gelembung udara dan kemudian pecah dengan kecepatan tinggi pada saat membentur permukaan beton. Ketahanan terhadap kavitasi amat dipengaruhi oleh kualitas beton, lekatan antara agregat kasar dan pasta semen serta ukuran maksimum agregat kasar


Ditinjau dari mekanisme penyebab fisik, keretakan pada beton bisa disebabkan oleh:

(1) perubahan volume,
(2) pembebananatau karena
(3) terekspos pada suhu yang ekstrim.

 Umumnya keretakan-keretakan yang dijumpai pada suatu struktur beton merupakan kombinasi dari satu atau lebih mekanisme penyebabnya.



Keretakan(Crack) Pada Beton Segar dan Beton yang Mengeras

Retak pada BETON SEGAR : Plastic shrinkage dan Crazing
                                 Retak pada BETON YANG MENGERAS: Drying shrinkage, Thermal shrinkage, Kristalisasi garam, Beban berlebih dan/atau beban siklis, Kebakaran, Pembekuan dan pencairan

1.       Beban Siklis (fatigue load)
Beban siklis sering dijumpai pada struktur-struktur lepas pantai (akibat angin, arus dan gelombang), jembatan, dermaga. Ketahanan beton terhadap beban siklis disebut ketahanan fatigue dan amat dipengaruhi oleh karakteristik lekatan antara agregat dengan pasta semen pada zona transisinya. Semakin kecil ukuran maksimum agregat semakin tinggi ketahanan fatigue-nya.
                       



  
                            Gambar 1.2. Grafik tekanan akibat beban siklis per satuan waktu

2.          Kebakaran
Pengaruh kebakaran pada beton bertulang tergantung dari tinggi temperaturnya dan lama terjadinya. Pengaruh kebakaran terhadap kekuatan komponen beton bertulang adalah
a.       Menurunnya kuat tekan beton,
b.      Menurunnya modulus elastisitas,
c.       Menurunnya kuat lekat baja-beton,
d.      Serta ekspansi longitudinal dan radialtulangan.
Pembetukan retak akibat kebakaran diawali pada sambungan-sambungan dan bagian-bagian beton yang kurang kompak (padat).

3.          Kristalisasi garam
Stress yang diakibatkan oleh kristalisasi garam pada beton yang permeable dapat menyebabkan retak-retak dan spalling.

4.       Pembekuan dan Pencairan
Pada daerah dingin, kerusakan dan keretakan beton umumnya disebabkan oleh proses pembekuan dan pencairan yang terus berulang-ulang.

5.       Plastic shrinkage cracking
Ketika air yang menguap dari permukaan beton yang baru dicor lebih cepat dari air yang dihasilkan dalam proses bleeding, maka permukaan beton akan menyusut. Karena adanya restraindari beton dibawah lapisan permukaan yang mengering, timbul tegangan tarik pada beton yang masih lemah dan baru mulai mengeras, hal ini mengakibatkan retak-retak dangkal dengan berbagai variasi kedalaman. Kadang lebar retak-retak dipermukaan beton cukup besar.

6.    Crazing
Adalah pola dari retak-retak halus yang tidak menembus jauh kebawah permukaan dan umumnya hanya merupakan masalah kosmetik. Retak-retak ini biasanya hampir tidak tampak kecuali ketika permukaan beton baru saja mengering setelah dibasahi.

7.       Drying Shrinkage
Karena hampir semua beton mempunyai campuran air lebih besar dari yang dibutuhkan untuk proses hidrasi, air yang tersisa itu akan menguap, mengakibatkan beton menyusut. Restrain terhadap  susut oleh tulangan atau bagian lain struktur menyebabkan timbulnya tegangan tarik pada beton yang mengeras. Restrain terhadap drying shrinkage adalah penyebab retak yang paling umum pada beton. Pada kebanyakan aplikasi, drying shrinkage tidak bisa dihindari.



Gambar 1.3. Beberapa kerusakan yang dapat terjadi pada beton

B.  Kerusakan Beton Akibat Kimia (Korosi)

Korosi dimulai ketika terjadi kerusakan pada lapisan oksida pelindung tulangan. Kerusakan ini disebabkan karena terakumulasinya ion klorida dalam konsentrasi tertentu pada permukaan tulangan atau karena karbonasi.
Mekanisme kedua jenis korosi ini unik karena aksi utamanya adalah menyerang tulangan betondan relatif tidak menyerang material betonnya sendiri.
Korosi yang disebabkan oleh ion klorida dapat mengakibatkan berkurangnya luas penampang baja tulangansebelum tanda-tanda kerusakan akibat korosi terlihat pada permukaan beton.
Korosi yang disebabkan oleh penetrasi ion klorida merupakan ancaman terbesar bukan hanya untuk struktur beton di lingkungan laut/ pantai tetapi juga untuk struktur beton yang terekspos pada lingkungan yang mengandung ion klorida.

Pada kebanyakan kasus, yang mengendalikan proses korosi di lingkungan laut adalah mekanisme penetrasi ion klorida yang masuk kedalam beton melalui selimut betonnya. Hal ini disebabkan karena air laut mengandung ion klorida yang amat agresif yang dapat menghancurkan lapisan pasif bahkan pada kondisi nilai pH yang tinggi.
Beton bersifat basa karena mengandung ion hidroksil (OH-), kondisi ini menguntungkan untuk tulangan beton, karena ion hidroksil yang terkandung pada air pori beton tsb dapat bereaksi dengan tulangan baja membentuk lapisan pelindung pasif atau pasif film pada permukaan tulangan. Lapisan pasif ini akan bertindak sebagai pelindung bagi tulangan baja dengan cara menghalangi kontak antara tulangan dengan air dan oksigen.
Jika lingkungan beton bebas klorida dan karbon dioksida, lapisan pasif akan terus dibentuk dan terpelihara dan sepanjang lapisan pasif itu utuh.

Ada dua proses yang bisa menghancurkan lapisan pasif, yaitu:
1.       Reaksi karbon dioksida (CO2) dengan ion hidroksil pada beton, mekanismenya dikenal dengan sebutan karbonasi
2.       Penetrasi ion klorida (Cl-) ke dalam beton



Mekanisme Korosi pada Baja Tulangan

Korosi dari baja tulangan pada beton adalah proses elektrokimia, sel elektro-kimia terbentuk ketika terdapat perbedaan potensial sepanjang tulangan beton. Proses elektro-kimia melibatkan pembentukan daerah anoda dankatoda di dua lokasi yang berbeda di sepanjang baja tulangan yang sama.


Gambar 1.3. Proses Korosi pada Beton Bertulang

Pembentukan karat mengakibatkan peningkatan volume beton pada permukaan tulangan di daerah perbatasan tulangan dan beton (steel concrete interface).
Peningkatan volume ini harus di akomodasi dan jika beton tidak bisa mengakomodasi maka akan terjadi retak-retak.


Karbonasi

Karbonasi adalah korosi pada beton bertulang yang disebabkan oleh gas karbon dioksida (CO2). Karbon dioksida dalam air laut dapat berasal dari penyerapan CO2 di atmosfir atau dari pembusukan tanaman laut.
Konsentrasi CO2 di udara sebesar 0,03 % per volume, sudah cukup untuk menimbulkan serangan pada beton, sedang kandungan CO2 di udara pada kota-kota besar umumnya mencapai 0,3%.
Hidratsemen yang diserangadalah Ca(OH)2, produk reaksinya adalah kalsium karbonat (CaCO3). Ketika kandungan Ca(OH)2 hampir habis, CO2 akan bereaksi dengan hidrat kalsium silika (C-S-H) membentuk gel silika yang memiliki karakteristik pori-pori yang berukuran besar (> 100 nm).
Jika kandungan CO2 tinggi (seperti pada daerah muara/ teluk) maka kalsium karbonat yang terbentuk pada reaksi awal akan bereaksi lebih lanjut membentuk kalsium bikarbonat, reaksinya seperti dibawah ini:


CO2 + Ca(OH)2→CaCO3 + 2 H2O → Ca(HCO3)2


Atau setelah Ca(OH)2habis, CO2 bereaksi dengan hidrat kalsium silika (C-S-H) membentuk gel silica

CO2 + CSH 3CaCO3 + 2SiO2.H2O


Dengan berubahnya Ca(OH)2 yang bersifat basa menjadi asam karbonat (CaCO3) maka pH pori beton yang sebelumnya berkisar antara 12.6 sampai 13.5 bisa turun dan dapat mencapai nilai pH < 9. Nilai pH yang rendah akan menyebabkan hancurnya lapisan pasif yang melindungi tulangan beton. Akibat lain dari perubahan Ca(OH)2 menjadi asam karbonat (CaCO3) adalah terbentuknya lapisan karbonasi, yang akan membagi beton menjadi dua bagian, yaitu zona yang terkarbonasi dan zona yang tidakterkarbonasi. Ketika zona karbonasi mencapai permukaan tulangan, maka depasivasi tulangan mulai terjadi.


Penetrasi dari CO2 kedalam tulangan beton

Waktu yang dibutuhkan oleh proses karbonasi dari permukaan beton sampai mencapai lapisan pasif adalah fungsi dari:
-ketebalan selimut beton
-karakteristik beton
-laju difusi CO2 kedalam beton

CO2 berdifusi hampir seluruhnya dalam bentuk gas dan hampir tidak pernah berpenetrasi kedalam beton yang jenuh. Dilain pihak, reaksi dengan Ca(OH)2hampir tidak pernah terjadi jika beton benar-benar kering. Jadi depasivasi tulangan oleh CO2 amat tergantung pada kandungan air / kelembaban beton.

Sering diasumsikan bahwa laju karbonasi adalah fungsi dari kekuatan beton, asumsi ini kurang tepat karena laju karbonasi sebenarnya lebih tergantung pada mikrostruktur permukaan beton pada saat diffuse CO2 berlangsung. Karenanya pengaruh perawatan (curing) beton terhadap karbonasi amat besar. Perawatan yang kurang tepat akan meningkatkan porositas beton yang selanjutnya akan meningkatkan laju karbonasi 





Monday 12 September 2016

Material Beton 2



Haloo semua, nama saya Elicohen Dima Sagala NIM 15515012. Sekarang saya sedang kuliah di prodi S1 Teknik Kelautan Institut Teknologi Bandung. Postingan ini merupakan bagian dari mata kuliah KL 2105 "Bahan Bangunan Laut" dengan dosen Alamsyah Kurniawan.

Sekarang saya tidak akan membahas topik beton secara keseluruhan lagi, melainkan beberapa karakteristik penilaian bahan penyusun beton berdasarkan beberapa standar nasional dan internasional.

a.       Agregat
Agregat adalah bahan tambahan yang turut menjadi campuran beton. Agregat terdiri dari dua jenis berdasarkan ukuran, yaitu :
1.       Agregat halus (pasir) dan
2.       Agregat kasar (kerikil/batuan pecah).

Menurut ASTM ( American System for Teting Material ), agregat kasar memiliki ukuran lebih besar dari 4,75 mm. Sedangakan agregat halus memiliki ukuran kecil sama dengan 4,75 mm

Beberapa Standar yang dipakai dalam uji Agregat adalah
1.       SNI = Standar Nasional Indonesia
2.       ASTM = American System for Teting Material
3.       AS = Australian Standart

Uji Aggregat

Sifat - sifat agregat

Keutamaan

Pengujian

Persyaratan

Gradasi (Distribusi ukuran)

Kelecakan dan ekonomis

Distribusi ukuran partikel dengan
penyaringan kering
(SNI 03-1968-1990)
(ASTM C136-1992)

Agregat halus :
Memenuhi batas -
batas yang ditetapkan
dan variasinya tidak
melebihi deviasi
yang diijinkan.
(ASTM C33-90)

Agregat kasar:
Memenuhi batas-
batas yang ditetapkan
dan variasinya tidak
melebihi deviasi yang diijinkan.
(ASTM C33-90)

Abrasi
Indeks mutu; terutama untuk
platform bongkar
muat, perkerasan

SNI 03 -2417-2008
(ASTM C131-1989)

Agregat Kasar ≤ 40%
(ASTM C33-90)

Soundness (Kekekalan)

Kekuatan dan
Durabilitas

SNI 03 -3407 -2008)
(ASTM C88 - 1990)

Soundness (Kekekalan), Kekuatan dan Durabilitas
SNI 03-3407-2008)
(ASTM C88-1990)


Agregat Halus ≤ 10%
Agregat Kasar ≤ 12%
(ASTM C33-90)

Reaktifitas reaksi
agregat alkali

Stabilitas Kimiawi
Beton

Reaktifitas alkali
potensial dengan metode mortar bar
(ASTM C227-1990)

Ekspansi prisma uji kurang dari 0,13 % pada umur 3bulan atau 0,10 % pada umur 6 bulan
 (AS 2758.1)

Reaktifitas potensial
agregat (metoda kimia)
(ASTM C289-1987)

Masuk dalam batasan
Daerah yang tidak
berbahaya pada kurva reduksi alkalinitas vs
silika larut
 (ASTM C289-1987)

Reaktifitas kotoran
dan material berbahaya

Pengerasan beton

Kotoran organic selain
dari gula
ASTM C40-92
(SNI 03-2816-1992)

Warna yang dihasilkan dari
pengujian tidak boleh terlalu pekat dari warna standard dari zat referensi
(ASTM C40-92)

Gula (AS 1141, section
35)

Jumlah gula dalam agregat kurang
dari 1 bagian dalam
10000 (100 ppm)
(AS 2758.1)

Kelecakan dan Kontrol Air Campuran

Material lebih halus
dari 75 μm (Saringan No. 200) dalam agregat (dengan metoda
pencucian)
(ASTM C117-90 )
(SNI 03 - 4142-1996)

Agregat Kasar:
Kuantitas material halus kurang dari 75μ
M dan tidak boleh lebih dari 1%.

Agregat Halus:
Kuantitas material halus kurang dari 75μ m dan tidak boleh lebih dari 5%

(ASTM C33-90)

Kekuatan
Partikel ringan (AS 1141, section31)
(SNI 03-3416-1994)
(ASTM C123-1990)

Kecuali agregat ringan, material dengan kerapatan partikel kurang dari 2000 kg/m3 tidak boleh melebihi 0,5% dari massa dalam agregat kasar dan 1% dari massa agregat halus

Reaktifitas Garam-
Garam yang dapat
larut

Stabilitas Kimiawi Beton


Agregat yang mengandung garam
sulfide atau sulfat
dalam proporsi yang
menghasilkan kadar
sulfat beton melebihi
5% darimasa semen
portland tidak dapat
digunakan.
Agregat yang mengandung garam
- garam khlorida
dalam proporsi yang
menghasilkan kadar
khlorida total pada b
eton melebihi 0.4%
dari masa semen tidak dapat digunakan
(AS 2758.1)


b.      Air campuran beton
Menurut British Standart , air tidak memenuhi syarat sebagai air campuran beton, jika:
1.       Kekuatan tekan beton pada umur 7 dan 28 hari  < 90% kekuatan beton yang menggunakan air standar. (BS 3148:1980)
2.       Perbedaan waktu pengikatan awal campuran beton > 30 menit dibanding waktu pengikatan awal beton yang menggunakan air standar. (BS 3148:1980)

Sementara menurut Spesifikasi AS (Australian Standart) 1379 :
Aspek
Komentar
Persyaratan Spesifikasi AS 1379

Solid dalam Suspensi
Jika kandungan solid dalam air melebihi 2000 ppm , disarankan untuk diadakan
pengujian

Total solid yang larut , dibatasi
Maksimum 3000 mg/L

Bahan Organik
Berpengaruh kurang baik pada
Kekuatan. Dapat mencegah
Setting (khususnya gula). Rumput laut dalam air dapat
Menyebabkan kuat tekan beton menurun secara
signifikan.

Gula, dibatasi maksimum
100 mg/L

Garam - garam Klorida
yang  larut

Dapat mempercepat waktu
setting( waktu yang diperlukan
sejak pertama adukan beton
ditambah air sampai reaksi
semen air mulai mengeras)
tapi mengurangi kekuatan
jangka panjang dan merusak
durabilitas jika digunakan pada beton bertulang dan beton prategang

Khlorida (CL-), dibatasi maksimum 500 mg/L

Garam-garam Sulfat yang
larut

Biasanya tidak berpengaruh
signifikan jika konsentrasinya
< 1000 ppm

Sulfat (SO3), dibatasi maksimum 800 mg/L

Alkali karbonat dan  Bikarbonat larut

Campuran sodium karbonat
Sampai 2000 ppm masih
aman. Pengujian disarankan
jika kadar alkali karbonat
melebihi 1000 ppm. Mempengaruhi waktu ikat dan
kekuatan, dapat memicu reaksi alkali agregat pada
beton.

Sodium ekivalen, dibatasi
Maksimum 300 mg/L

Air Asam
Air yang sedikit asam bukan
merupakan suatu masalah
(semen bersifat alkalin tinggi
yang dapat menetralisir asam)
tetapi material yang menyebabkan keasaman
dapat menjadi masalah ( contohnya sulfida, bahan-bahan organic yang membusuk, dll.)

PH >  5.0
Sulfida (S) ≤ 100 mg/L


Setelah membicarakan tentang standar bahan penyusun beton, perlu diadakan suatu uji untuk kekenyalan beton. Metode yang sering digunakan adalah Slump Test.


Gambar 1.1. Slump Test pada beton

Tabel 1.1. Ukuran Workabilitas Beton Menurut Slump Test
Description of  Workabillity
Slump
mm
In
No Slump
0
0
Very low
5 – 10
¼ - ½
Low
15 – 30
¾ - 1¼
Medium
35 – 75
1½ - 3
High
80 – 155
3¼ - 6
Very high
160 to collapse
6 ¼ to collapse









Tabel 1.2.  Klasifikasi menurut European Standart ENV 206 : 1992

Classification of Workability
Slum (mm)
S1
10 – 40
S2
50 – 90
S3
100 - 150
S4
>= 160

Kriteria Slump Test yang disyaratkan oleh berbagai konstruksi menurut ACI (American Civil Institute) :
Jenis Konstruksi
Slump (mm)
Maksimum
Minimum
Dinding penahan dan pondasi
76,2
25,4
Pondasi sederhana, sumuran, dan dinding substruktur
76,2
25,4
Balok dan dinding beton
101,6
25,4
Kolom structural
101,6
25,4
Perkerasan dan slab
76,2
25,4
Beton massal
50,8
25,4